Like a leaf in the autumn, I have fallen. Like a chocolate, I melt in your hands. its all about life, love and secret
Wednesday, November 7, 2012
Kisah Angin, Daun dan Pohon (II)
Ada suatu masa dimana sebuah pohon bersemi dengan indah. Daun menghijau, sangat kontras ditimpa cahaya mentari musim panas, tetapi kemudian musim panas berlalu, digantikan oleh musim gugur.
sudah tiba waktunya bagi pohon untuk meminta daun pergi. Daun pun pergi, walaupun dengan hati yang amat berat. Tetapi daun memutuskan untuk tidak meninggalkan pohon, karenanya ia tetap tinggal di kaki pohon. Sampai pada suatu ketika ia memohon pada angin untuk menerbangkannya kembali ke atas pohon. Meskipun tahu bahwa itu adalah suatu usaha yang sia-sia, angin menyanggupinya. ia tersentuh oleh ketulusan hati daun. Sekuat apapun angin tak dapat mengembalikan daun ke atas pohon.
Pohon menyadari usaha angin sahabatnya, dan memintanya untuk menghentikan usaha itu. Pohon pun meminta angin untuk menerbangkan daun dari kaki pohon. Lagi-lagi angin menyanggupi meskipun ia tahu itu juga adalah usaha yang sia-sia, karena daun masih sangat mencintai pohon dan tak ingin pergi meski pohon telah memintanya untuk pergi. Angin berusaha lebih keras dari sebelumnya, karena tanpa sadar ia telah jatuh cinta pada daun.
Sesekali daun menari-nari karena tiupan angin, tetapi angin belum juga berhasil menerbangkannya dari kaki pohon. Akhirnya angin yang kelelahan berkata, "daun yang sudah gugur tidak akan bisa kembali ke pohonnya!" daun terdiam, menyadari kebenaran dari kata-kata angin, tetapi tetap tidak bergeming.
Angin kembali berkata, "lihatlah! musim semi telah datang bagi pohon, dan daun-daun baru telah tumbuh. tapi kenapa kamu tidak membiarkanku membawamu terbang mencari tempat yang lebih baik?"
Daun tetap terdiam, tanpa berani membalas tatapan angin. ia menyadari kebenaran kata-kata angin, tetapi ia tetap tidak ingin meninggalkan pohon. Daun pun berkata, "ini adalah pohon pertamaku, dimana aku pernah bersemi dengan begitu indah. Aku tak dapat meninggalkannya, aku tak dapat berpaling begitu saja, meskipun ia telah memintaku untuk pergi!"
Kali ini angin terdiam, ia merasakan ketulusan hati daun. tetapi kali ini ketulusan itu justru melukai perasaannya. ia berkata dengan suara bergetar, "jika kamu memang hanya mencintainya, kenapa kamu bergeming saat aku berusaha menerbangkanmu? tahukah kamu bahwa itu hanya akan memberiku harapan kosong? akan lebih baik jika kamu tetap membatu seperti sekarang!" angin pun berlalu tanpa memedulikan jawaban daun.
Daun tertegun, terpaku tak percaya mendengar perkataan angin. dan semenjak hari itu angin tak lagi menyapa daun di kaki pohon. daun pun merenung dalam kesepiannya, terdiam mempelajari kesendiriannya. tanpa sadar ia mendongak, menatap pohon di hadapannya. pohon yang selama ini ia cintai dan begitu enggan ia tinggalkan. begitu hijau, begitu indah, begitu cantik. "ia terus menatap masa depan," pikir daun dengan perasaan getir namun kagum. "ia tetap bersemi menghadapi musim semi dan panas, tanpa terlarut terlalu lama akan musim gugur dan musim dingin."
Daun pun kembali menunduk, teringat kembali akan kata-kata terakhir angin. tanpa sadar ia mengharapkan suara itu kembali menyapanya. ia merindukan tiupan hangat yang sebelumnya senantiasa menerpanya dengan lembut. hari demi hari berlalu, malam demi malam berganti. daun tetap tak bergeming di kaki pohon, tetapi kali ini dalam kondisi yang berbeda dari sebelumnya.
selama ini ia tak bergeming atas keinginannya sendiri, atas keteguhan hatinya, yang kini telah ia kenali sebagai suatu sifat keras kepala. namun kali ini ia tak bergeming karena tak ada yang membuatnya bergeming, karena tak ada angin yang dulu senantiasa berusaha membawanya terbang pergi.
Daun yang malang kini menyadari sesuatu. ia merasakan sesuatu yang sangat menyakitkan, yakni penyesalan. penyesalan akan kebutaan terhadap sesuatu yang seharusnya dapat memberinya kebahagiaan. penyesalan akan waktu yang telah ia sia-siakan demi sebatang pohon. saat ia terlarut dalam kesedihannya, tiba-tiba ia mendengar suara yang sangat ia kenal. ia merasakan kehangatan yang begitu ia rindukan. daun pun mendongak, membalas senyuman angin. perlahan ia merasakan tubuhnya terangkat, melayang begitu ringan dan nyaman, semakin menjauh dari kaki pohon. ia menunduk, menatap pohon tempatnya bernaung selama ini, tetapi kali ini dengan perasaan lega dan bahagia. "pandanglah ke depan," angin berbisik lembut di telinga daun. daun kembali mendongak, dan menatap angin sambil tersenyum.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment